Pages

Thursday, April 26, 2012

SPIRITUALITAS PENATUA DAN KELUARGANYA

Oleh: Pdt. A. Berutu, STh. 
(Pendeta Ressort GKPPD Aceh Tenggara)


I.                   Pendahuluan

Sintua, Pengerja, Pelayan  maupun sebuatan lainnya ditengah-tengah Gereja merupakan sebutan kepada orang-orang yang mau membaktikan dirinya secara sukarela ditengah-tengah Gereja maupun jemaat yang dilayaninya. Sebagai seorang Penatua atau penilik Jemaat ( I Tim 3) bukanlah merupakan hal yang populer atau menjadi hal yang menarik ketika itu, bahkan anggaban  tersebut masih juga ada hingga saat ini. Paulus memberikan pencerahan tentang hal ini sehingga dikatakan: Benarlah perkataan ini: Orang yang menghendaki jabatan penilik Jemaat menginginkan pekerjaan yg indah. Mungkin dlm bahasa Pakpak lebih jelas artinya: Kata bennar ngo èn, "Barang isè kalak mennulusi ulan gabè pengendeng i kuria, selloh kalohoon ngo i, ai ulaan maharga ngo nitulusenna i!" ( I Tim 3:1 ). Kenapa Paulus mengatakan hal ini, karena ada kecenderungan manusia pada zaman itu berpikir secara“materialistis” ( I Tim 6:9, 10, 17), bahkan guru-guru Jemaat pun dipengaruhi oleh cara berpikir tersebut ( I Tim 6:5 ).

II.                Syarat-syarat menjadi Penilik Jemaat ( I Tim 3:1-7).
Peilik Jemaat – jabatan ini sama dengan “Penatua”. Ini nyata dari Kis Ras 20;17, 28; Tit 1:5, 7;  dimana istilah-istilah pentua  dan penilik dipakai untuk orang-orang yang sama. Tugas mereka ialah untuk dan memerintah jemaat (bdk I Tim 3:1 dengan 5:17).

Dari seorang Penilik Jemaat  atau penatua yang harus mengawasi dan memimpin jemaat dituntut: bahwa ia tidak bercacat. Cacat yang dimaksut bukanlah difokuskan kepada cacat fisik akan tetapi lebih kepada cacat secara moral karena ini bisa menjadi batu sandungan kepada jemaat yang dilayaninya, yang menjadikan dia mudah dikritk bahkan dicela oleh jemaatnya. Jemaat mengharapkan dari pemimpinnya teladan yang dapat mereka tiru.

Suami dari satu Isteri – Ini tidak berarti bahwa seorang duda yang menikah kembali, tidak dapat memimpin Jemaat. Yang dimaksudkan disini ialah bahwa: disamping isteri yang masih hidup pria itu tidak boleh lagi mempunyai isteri kedua atau lebih (Poligami). Poligami tidak jarang terjadi dikalangan jahudi maupun yang bukan jahudi kala itu atau melakukan perjinahan.

Bijaksana – Sikap yang sesuai dengan akal budi yang telah diperbaharui oleh Roh Kudus (bdk Roma 12:2). Mampu mengambil keputusan secara bijak yang tidak merugikan pihak mana pun. Kebijakan adalah milik TUHAN yang dapat diberikan kepada orangorang yg takut  akan Dia, ( Bnd Hikmat Salomo saat memberikan keputusan 1 Raj 3:16-28).

Suka memberi Tumpangan – ini merupakan kebajikan yang dijunjung tinggi dalam kehidupan jemaat Kristen zaman itu (bdk Roma 12:13; Tit 1:8; Ibr 13:2; I Petr 4:9). Ini dapat dimengerti  karena ia adalah bentuk nyata dari kasih ditengah-tengah situasi masyarakat, yang belum mempunyai fasilias-fasilitas penginapan yang baik seperti zaman sekarang.

Cakap mengajar orang – karena dari seorang penilik Jemaat diharapkan kepemimpinan, maka jelas bahwa kemampuan untuk mengajar orang lain secara umum harus dimiliki. Namun demikian dalam golongan para penilik (= Penatua) ada satu kelompok yang secara khusus diberi tugas pemberitaan dan pengajaran ( I Tim 5:17), yaitu orang-orang yang telah menerima karunia khusus untuk mengajar (Roma 12:7).

Bukan Peminum, bukan pemarah melainkan peramah, pendamai, bukan hamba uang – Pemabukan merupakan dosa yang merajalela di Asia kecil dan Yunani (bdk I Tim 3:8; Tit 1:7; I Kor 5:11; 6:10; Ef 5:18). Oleh sebab itu seorang penilik harus menjadi contoh yang baik kepada jemaat, tidak boleh seorang peminum. Lebih lanjut sebagai seorang pemimpin yang harus mampu berkomuikasi dengan orang lain, ia tidak boleh seorang pemarah, artinya ia harus seorang yang baik hati dalam pergaulan. Janganlah ia suka membantah-bantah melainkan bersikap pendamai (bdk Roma 12:18). Sebagai penilik jemaat ada kemungkinan orang itu kadang kala dipercayakan sebagai pemegang uang atau bendahara. Maka janganlah ia menjadi hamba uang, artinya: Jangan tamak akan uang yang menjadi akar segala kejahatan ( I Tim 6:10).

Seorang kepala keluarga  yang baik, diegani dan dihormati oleh anak-anaknya. Jikalau seorang tidak tau mengepalai keluarganya  sendiri, bagaimna ia dapat mengurus jemaat  Allah? – Suatu batu ujian untuk menentukanapakah seseorang dapat menjadi penilik jemaat yang baik, adalah caranya ia berfungsi sebagai pemimpin dalam keluarganya sendiri. Bila orang itu seorang kepala keluarga yang baik, disegani dan dihormati oleh anak-anaknya, maka ada kemungkinan ia akan dapat membina rumah-rumah Tuhan, yaitu jemaat, dengan baik. Akan tetapi bila rumahtangganya sendiri dengan permasalahan-permasalahan yang kecil, ia sudah tidak dapat urus dengan baik, maka jemaat Tuhan dengan permasalahan-permasalahan yang lebih rumit dan lebih berat pasti juga tidak akan dapat ia atur dengan baik.

Janganlah ia seorang yang baru bertobat, agar jangan ia menjadi sombong dan kena hukuman iblis -  Biasanya orang yang baru bertobat berkobar-kobar semangatnya dan besar keinginannya untuk melayani Tuhan. Warga jemaat kemudian cenderung untuk memandang orang itu cakap bagi pelayanan didalam jmaat, karena semangatnya dan cintanya terhadap Tuhan dapat dicontoh. Akan tetapi Paulus menunjuk kepada bahaya yang dapat menimpa orang itu, karena ia sebagai orang baru belum mengenal situasi jemaat dan menganggab dirinya lebih baik dari mereka (menjadi sombong). Lain halnya jika ia sudah lebih lama menjadi Kristen dan telah belajar menerima sesama warga jemat dengan segala kelemahan dan kekurangannya. Lagi pula ia sendiri akan semakin mengenal dirinya, lebih rendah hati dan barulah pada saat itu ia dapat dipakai bagi pelayanan jemaat.

Kena hukuman Iblis – yang dapat memberi hukuman hanya Allah. Tetapi pelaksanaan dari hukuman itu dapat diserahkan kepada iblis, karena dalam pengertian Theologis Paulus, sumber segala penderitaan dan malapetaka adalah iblis (lihat I Tim 1:20; bdk II Kor 12:7). Oleh sebab itu Paulus dapat menyebut hukuman yang menima orang sombong itu sebagai hukuman iblis.

Hendaklah ia mempunyai nama baik diluar jemaat, agar jangan ia digugat orang dan jatuh kedalam jerat iblis – Tidak cukup penilik jemaat dinilai baik hanya oleh jemaat saja. Hendaklah ia punya nama baik diluar Jemaat. Mengapa paulus memberikan nasehat demikian? karena kadangkala ada orang Kristen yang seolah-olah hidup dalam dua dunia: dilingkungan Gereja mereke nampak hidup saleh, bicaranya kelihatan suci, rajin, dermawan, akan tetapi diluar Gereja seperti Berbisnis, kehidupan sosial mereka begitu Keji. Orang semacam ini amat merugikan kepentingan Tuhan. Bila ia dijadikan penilik jemaat maka orang akan menggugatnya, seolah-olah perbuatannya identik dengan kehidupan orang Kristen. Karena Penilik Jemaat termasuk Tokoh ditengah-tengah Jemaat maka krena tokohnya sudah melakukan hal yang keji dimata jemaat terlebih dimata Tuhan, berhasillah jerat si iblis. Orang itu jatuh kedalam jerat iblis.
                          
III.             Peranan Keluarga dalam menunjang Keberhasilan Pelayanan Penatua

               Ada dua mcam pengertian keluarga sebagai suatu persekutuan. Yang pertama lingkup yang kecil, keluarga sebagai persekutuan yang dibentuk oleh Suami, Isteri dan anak-anak. Yang kedua, keluarga sebagai suatu persekutuan yang dibentuk dari persekutuan yang terdiri  dari sejumlah keluarga yang terikat dalam pertalian darah, dalam garis vertikal (kakek, nenek, paman, bibi, cucu, dsb), maupun dalam garis horijontal (kakak, adik, ipar, keponakan, dsb).
               Keberhasilan pelayanan seorang penatua dan setiap pelayan pada umumnya tidak terlepas dari peran keluarga, baik keluarga dalam arti sempit maupun keluarga dalam arti luas. Keluarga menjadi tempat pelayanan yang pertama dan keluarga juga sebagai Evaluator pertama sehingga pelayanan penatua tidak menjadi batu sandungan kepada orang lain.

IV.             Kesimpulan

1.     Mendapat kesempatan untuk menjadi seorang  Penatua dalam Gereja merupakan berkat Tuhan yang tak ternilai harganya, yang melakukan tugas pelayanan sebagai seorang sintua dengan sungguh-sungguh didalam kebenaran akan mendapat jaminan dari Tuhan bahkan sampai kepada keturunannya ( Baca Mzm 37:25-26).
2.     Setiap penatua Gereja hendaknya memiliki Spirit, roh, kehidupan rohani seperti yang dikemukakan paulus dalam I Tim 3:1-8, seperti yg telah kita uraikan diatas.
3.      Keberhasilan seorang Penatua tidak terlepas dari peran keluarga yang saling menopang, didalam doa dan teladan kehidupan.

Demikian yang bisa kami sampaikan, kiranya dapat menjadi bahan diskusi kepada kita semua untuk memacu kita melayani Tuhan lebih luar biasa lagi.
Syalom.......Tuhan Yesus memberkati.


Sumber: http://asalmaberutu.blogspot.com

No comments:

Post a Comment